MODOSIO
“Kegiatan ini merupakan agenda tahunan, yang terus kami lestarikan. Siapapun boleh untuk menyaksikan dan ikut dalam tradisi tersebut, kami tidak menghalang-halangi mereka yang menyaksikan budaya ini, kalau bisa juga ikut berbaur dengan masyarakat.”
“Kegiatan ini merupakan agenda tahunan, yang terus kami lestarikan. Siapapun boleh untuk menyaksikan dan ikut dalam tradisi tersebut, kami tidak menghalang-halangi mereka yang menyaksikan budaya ini, kalau bisa juga ikut berbaur dengan masyarakat.”
Lokasi
ini merupakan tempat tewasnya Prabu Boko, yang sebelumnya bertarung dengan anak
dari Rondo Dadapan yakni Putut Tetuko. Di mana saat itu, Prabu Boko meninggal
dengan posisi kepala di “Pancat”-kan ke batu ke sebuah punden yang dinamakan
Batu Gilang oleh warga sekitar.
Reog
itu sebagai hiburan saja, dan perayaan yang sebetulnya yakni memperingati
berdirinya Dusun Pancot. Kegiatannya yakni dengan menyebarkan air tape yang
sudah tujuh bulan dibuat, dan diletakan di punden untuk selanjutnya disiramkan
ke batu gilang,”
Tak
cukup sampai disitu saja, perayaan Mondosiyo, dilakukan dengan menyerahkan
sepasang ayam, yang nanti akan diperebutkan oleh warga sekitar. Kegiatan ini
dilakukan oleh sejumlah orang untuk membuang sial ataupun bentuk merayakan
nazar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar